My
Purple Diary
Suatu hari,aku sedang menerima persoalan yang sangat
tidak bisa aku pecahkan sendiri. Aku bingung. Lalu,aku menemui Kak
Shinta,kakakku. Saat aku sedang perjalanan ke kamar Kak Shinta di lantai
dua,aku terpeleset di tangga. Aku berteriak sekencang-kencangnya. Lalu,Kak
Shinta turun dan menemuiku di tangga.
“Ya ampun,Shanaz kamu kenapa?”Tanya
Kak Shinta.
“Aku terpeleset,kak.”jawabku.
“Kalau begitu,mari ke kamar kakak.”
Setelah sampai di kamar kakak,aku bercerita tentang semua
persoalan yang aku alami. Kakak menerima dengan senyum. Lalu,kakak memberiku
saran bagaimana supaya aku bisa menyelesaikan persoalanku sendiri. Sebuah buku
aku terima dari kakak.
“Shanaz,kamu kalau punya persoalan kalau tidak ada kakak
bagaimana?”Tanya kakak.
“Ya,sejujurnya aku sedih. Memang kenapa kak?”jawabku.
“Ini kakak belikan buku DIARY.”
“Buku DIARY?Buku
apa itu,kak?”
“Buku itu bisa menjadi teman curhatmu. Jadi,kamu bisa
berusaha memecahkan masalah. Kamu mau,kan?”
“Ya,aku mau,kak. Terima kasih ya,kak.”
“Sama-sama.”
Setelah kakak memberikan buku DIARY yang berwarna ungu itu,aku bisa memecahkan masalahku sendiri
tanpa bantuan kakak. Aku juga bisa menjadi hemat dan pintar mengarang cerita.
Aku senang sekali. Sehari saja tanpa buku itu,aku akan menjadi tidak terkendali.
Keesokan harinya,aku berangkat ke sekolah. Saat aku masuk
kelas,aku bertemu dengan Mitha CS. Mereka sangat sombong dan iri padaku karena
aku pintar mengarang cerita. Lalu,aku dilabrak
mereka. Aku hadapi dengan penuh percaya diri.
“Hey,kamu jangan
sekali-kali membuatku marah!”bentak Mitha.
“Memang aku salah apa?”jawabku.
“Salah apa?Pertanyaan yang begitu konyol dan lebih membuatku marah. Soal mengarang. Pasti kamu hanya
mencontek puisi atau cerpennya kakakmu kan?”
“Mitha,kamu jangan sembarangan menuduh seseorang.
Justru,kakakku yang mengajariku bagaimana cara membuat puisi atau cerpen yang
baik dan benar. Kalaupun aku mencontek,kakak tidak mengizinkanku,malah
memarahiku.”
“Bohong. Yuk teman-teman kita masuk ke kelas.”
Aku semakin marah terhadap Mitha. Dulu,yang menyelamatkan
mereka dari hukuman bu guru kan aku.
Sekarang,dia malah memusuhiku. Lalu,aku masuk ke kelas. Setelah sampai di
kelas,aku langsung menghampiri Avita,temanku.
Setelah pulang sekolah,aku lalu mengisi buku DIARYku. Yang aku tulis hanyalah
kejadian yang aku alami di sekolah. Setelah mengisi buku,aku lalu ganti pakaian
dan makan siang. Selanjutnya,aku belajar untuk persiapan kenaikan kelas.
Keesokan harinya,Mitha CS sudah beraksi. Kali ini adik
kelasku yang jadi korbannya. Aku langsung cepat-cepat ke kelas dan langsung ke
kantor guru untuk melaporkan kejadian yang ada. Lalu,Bu Resty langsung
menghampiri Mitha CS dan membawa mereka ke kantor. Aku ingin sekali menolong
mereka. Tetapi,aku ingat yang mereka lakukan padaku kemarin. Aku jadi ingat
pesan mama tentang menolong seseorang itu jangan dilihat dari fisiknya. Aku
langsung menghampiri Bu Resty dan Mitha CS.
“Bu,mereka jangan dihukum dulu,bu.”pintaku.
“Tidak bisa. Mereka tetap harus dihukum. Kali ini mereka
sudah keterlaluan. Maafkan bu guru,Shanaz.”jawab bu guru.
“Bu,kalau begitu saya jadi jaminannya saja bu.”
“Tetap tidak bisa. Kali ini adalah kali terakhir mereka
dihukum. Jika mereka sekali lagi melakukan hal seperti ini lagi,terpaksa harus
dikeluarkan dari sekolah ini.”
Hatiku saat ini benar-benar gundah dan sedih. Bagaimana
kalau sampai mereka dikeluarkan dari sekolah. Aku takut. Lebih baik aku tetap
harus berusaha supaya Mitha CS tidak dikeluarkan dari sekolah ini. Lalu,aku
masuk ke kelas.
Jam pulang pun tiba. Aku segera pulang. Setelah sampai di
rumah,aku segera menuliskan kejadian tadi di buku DIARYku. Lalu,aku makan siang dan ganti baju. Setelah ganti
baju,aku terus memikirkan kejadian tadi sampai-sampai aku tidak bisa tidur
siang. Lama sekali aku berusaha melupakan kejadian tadi. Akhirnya,aku tidur
juga.
Keesokan harinya,sekolahku mengadakan lomba mengarang.
Setiap kelas harus ada yang mewakili. Teman-temanku menunjukku untuk mengikuti
lomba itu. Tetapi,lagi-lagi Mitha tidak setuju dengan hasil musyawarah teman-teman.
Aku tidak memperdulikannya. Aku tetap harus berusaha supaya kelasku menjadi
juara saat lomba mengarang.
Perlombaan pun telah datang. Aku akan berusaha sekuat
tenaga. Lalu,Bu Azizah,kepala sekolahku memberika kategori mengarang.
Ternyata,kelas satu sampai kelas tiga mengarang puisi. Kelas empat sampai kelas
enam mengarang cerpen atau novel. Aku memilih cerpen. “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”batinku. Waktu yang ditentukan lumayan
lama. Waktunya hanya satu jam. Jika sudah selesai kurang dari satu jam boleh ditumpuk.
Akhirnya,aku selesai kurang dari satu jam. Kakak kelasku
pun juga sama sepertiku. Lalu,aku menunggu hasil dari perlombaan.
Akhirnya,diumumkan juga.
“Untuk kategori puisi pemenangnya adalah……Winta dari
kelas tiga. Selamat atas kemenangannya. Selanjutnya kita umumkan untuk kategori
cerpen atau novel pemenangnya adalah……Shanaz dari kelas empat. Selamat atas
kemenangannya. Mohon untuk pemenang naik ke panggung.”kata Bu Azizah.
Lalu,tiba-tiba Mitha melabrakku lagi.
“Eh,pasti dia menang karena mencontek kakaknya!”kata
Mitha.
“Kamu juga belum puas ya mengejek aku atau
memfitnahku?Kamu mau apa sih sebenarnya?”jawabku.
“Kemauanku?Aku mau kamu mengakui bahwa kamu itu mencontek
kakakmu.”
“Aku tidak pernah mencontek kakakku. Kalau kamu masih
menuduhku seperti itu,aku akan berkata pada bu guru karena kamu suka
menuduhku.”
“Baiklah. Aku akan berhenti mengejekmu.”
Ketika sampai di kompleks perumahanku, aku menjadi pusat
perhatian orang,sampai-sampai Mang Ucup,tetanggaku menanyaiku.
“Neng,itu tropi apa nak?”Tanya mang Ucup.
“Ini. Ini tropi
kemenangan saya saat mengarang di sekolah.”jawabku.
“Aduh,neng elis teh pinter atu nak.”
“Terima kasih atas pujiannya,mang Ucup.”
Setelah sampai di rumah,aku ditanya mama soal tropi itu.
Mamah terkejut saat aku membawa tropi piala kemenanganku saat aku mengarang.
Aku jelaskan semua kejadian tadi pada mama dan menuliskannya pada buku DIARY
unguku. Aku senang sekali dengan hasil prestasiku ini. Malam pun tiba. Kak
Shinta dan papa juga terkejut saat ada tropi yang bertuliskan namaku. Lalu mama
menceritakan semuanya pada mereka. Papa,mama,dan kakak senang denganku dan
prestasiku.
BY: DIKA SAPUTRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar