Halaman

Minggu, 18 Maret 2012

cerpen remaja


BUNGA MAWARKU
          Suatu hari,aku dan Viona,kakakku pergi ke toko bunga yang terkenal di seluruh penjuru DKI Jakarta. Toko itu bernama toko “BUNGA AJAIB”. Toko itu sudah menjadi langganan mamaku kalau membeli bunga. Seluruh keluargaku menyukai bunga,termasuk papaku.
        “Wah,bunga ini cantik sekali kak.”
        “Kamu mau membeli bunga ini?”
        “Iya. Tapi Vita tidak punya uang?”
        “Ya sudah. Besok kan masih bisa beli bunga ini.”
        Lalu aku pulang. Sesampainya di rumah,aku membuka uang tabunganku. Ternyata jumlahnya masih sedikit. Aku harus mengumpulkan uang sebanyak Rp20.000,00 lagi. Sebab,bunga mawar yang ada di toko harganya Rp50.000,00.
        Keesokan harinya,aku berangkat ke sekolah bersama kak Viona. Setelah sampai di sekolah,ku bertemu Pevita,temanku yang paling jahat dan membuat gank brutal. Ia selalu saja menindas murid-murid dari kelas 1-5. Jika tidak mau membayar uang,akan dipukul sampai pingsan. Uh….sadis.
        “Eh,temen-temen anak centil datang nih.”kata Pevita.
        “Oh ya,kemarin aku ketemu dia di toko bunga lho,ha..ha..ha..”jawab Emil yang ikut ganknya Pevita. Aku tidak mau dibuat malu sama gank itu. Aku diam dan segera masuk kelas. Aku tidak mau jadi bahan olok-olok mereka.
        Akhirnya,jam pulang datang juga. Aku lalu menelpon mang Ujang,sopir pribadi papaku. Aku segera pulang karena aku tidak mau diolok-olok Pevita gank lagi. Aku takut nanti kalau di akun facebook,e-mail,dan twitterku aku pun juga dipermalukan di depan temanku chatting.
        Aku sudah sampai di rumah. Aku lalu membuka akun facebookku untuk mengecek apakah Pevita gank sudah beraksi. Setelah membuka facebook,aku lalu salat Zuhur dan makan siang. Lalu,aku membuka tabunganku dan mengisinya. Aku mengisi uang Rp10.000,00. Lumayan.
        Keesokan harinya,aku berangkat sekolah sendiri naik sepedaku. Setelah sampai di sekolah,aku terkejut ketika Pevita gank dimarahi bu Azizah,bu guru Bahasa Indonesiaku. Aku tidak ingin Pevita gank diskors oleh bu Azizah. Lalu,aku menghampiri mereka.
        “Bu Azizah,Pevita jangan dihukum bu.”pintaku.
        “Vina,kamu juga pernah diolok-olok mereka to?”
        “Iya bu. Tapi mohon,mereka jangan dihukum.”
        “Baiklah. Kali ini ibu maafkan. Sekali lagi kamu melakukan hal itu lagi,saya panggil orang tua kalian!”
        “Baik bu guru.”jawab mereka serentak.
        Jam pelajaran sudah selesai dan saatnya pulang. Aku sudah tidak sabar ingin pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah,aku lalu mengisi tabunganku lagi. Aku menabung sebanyak Rp10.000,00.”Wah,besok aku sudah bisa membeli bunga mawar kuning nih.”batinku
        Assalamualaikum….”
        Waalaikumsalam…wah kak Viona sudah datang. Kak, besok kita ke toko bunga “BUNGA AJAIB” yuk?”
        “Yuk. Kakak juga ingin beli bunga krisan putih.”
        Hari telah berganti. Aku sudah tidak sabar untuk membeli bunga mawar kuning yang orang tidak punya. Aku dan kakakku pergi kesana naik sepeda motor kakak. Akhirnya,sampai juga. Aku berlari ke dalam toko bunga. Jika aku lihat,bunga mawar kuning masih ada.
        “Pak,saya mau beli bunga mawar kuning.”
        “Ya,silahkan ambil,neng!”
        “Yang ini pak.”
        “Ya. Jadi totalnya Rp 50.000,00”
        “Terima kasih,pak.”
        “Sama-sama.”
        Aku sangat senang hari ini. Setelah sampai di rumah,bunga mawar itu aku letakkan di dekat pintu kamarku. Sekarang kamarku menjadi lebih asri lagi. Kamarku pun juga menjadi kamar terfavorit se-keluarga dan jika aku tidur rasanya lebih ke alam. Aku akan merawat bunga mawar kuningku.

BY: DIKA SAPUTRI






RAWAT LINGKUNGANMU SEDARI KECIL

Minggu, 11 Maret 2012

CERPEN


My Purple Diary
            Suatu hari,aku sedang menerima persoalan yang sangat tidak bisa aku pecahkan sendiri. Aku bingung. Lalu,aku menemui Kak Shinta,kakakku. Saat aku sedang perjalanan ke kamar Kak Shinta di lantai dua,aku terpeleset di tangga. Aku berteriak sekencang-kencangnya. Lalu,Kak Shinta turun dan menemuiku di tangga.
            “Ya ampun,Shanaz kamu kenapa?”Tanya Kak Shinta.
            “Aku terpeleset,kak.”jawabku.
            “Kalau begitu,mari ke kamar kakak.”
            Setelah sampai di kamar kakak,aku bercerita tentang semua persoalan yang aku alami. Kakak menerima dengan senyum. Lalu,kakak memberiku saran bagaimana supaya aku bisa menyelesaikan persoalanku sendiri. Sebuah buku aku terima dari kakak.
            “Shanaz,kamu kalau punya persoalan kalau tidak ada kakak bagaimana?”Tanya kakak.
            “Ya,sejujurnya aku sedih. Memang kenapa kak?”jawabku.
            “Ini kakak belikan buku DIARY.”
            “Buku DIARY?Buku apa itu,kak?”
            “Buku itu bisa menjadi teman curhatmu. Jadi,kamu bisa berusaha memecahkan masalah. Kamu mau,kan?”
            “Ya,aku mau,kak. Terima kasih ya,kak.”
            “Sama-sama.”
            Setelah kakak memberikan buku DIARY yang berwarna ungu itu,aku bisa memecahkan masalahku sendiri tanpa bantuan kakak. Aku juga bisa menjadi hemat dan pintar mengarang cerita. Aku senang sekali. Sehari saja tanpa buku itu,aku akan menjadi tidak terkendali.
            Keesokan harinya,aku berangkat ke sekolah. Saat aku masuk kelas,aku bertemu dengan Mitha CS. Mereka sangat sombong dan iri padaku karena aku pintar mengarang cerita. Lalu,aku dilabrak mereka. Aku hadapi dengan penuh percaya diri.
            “Hey,kamu jangan sekali-kali membuatku marah!”bentak Mitha.
            “Memang aku salah apa?”jawabku.
            “Salah apa?Pertanyaan yang begitu konyol dan lebih membuatku marah. Soal mengarang. Pasti kamu hanya mencontek puisi atau cerpennya kakakmu kan?”
            “Mitha,kamu jangan sembarangan menuduh seseorang. Justru,kakakku yang mengajariku bagaimana cara membuat puisi atau cerpen yang baik dan benar. Kalaupun aku mencontek,kakak tidak mengizinkanku,malah memarahiku.”
            “Bohong. Yuk teman-teman kita masuk ke kelas.”
            Aku semakin marah terhadap Mitha. Dulu,yang menyelamatkan mereka dari hukuman bu guru kan aku. Sekarang,dia malah memusuhiku. Lalu,aku masuk ke kelas. Setelah sampai di kelas,aku langsung menghampiri Avita,temanku.
            Setelah pulang sekolah,aku lalu mengisi buku DIARYku. Yang aku tulis hanyalah kejadian yang aku alami di sekolah. Setelah mengisi buku,aku lalu ganti pakaian dan makan siang. Selanjutnya,aku belajar untuk persiapan kenaikan kelas.
            Keesokan harinya,Mitha CS sudah beraksi. Kali ini adik kelasku yang jadi korbannya. Aku langsung cepat-cepat ke kelas dan langsung ke kantor guru untuk melaporkan kejadian yang ada. Lalu,Bu Resty langsung menghampiri Mitha CS dan membawa mereka ke kantor. Aku ingin sekali menolong mereka. Tetapi,aku ingat yang mereka lakukan padaku kemarin. Aku jadi ingat pesan mama tentang menolong seseorang itu jangan dilihat dari fisiknya. Aku langsung menghampiri Bu Resty dan Mitha CS.
            “Bu,mereka jangan dihukum dulu,bu.”pintaku.
            “Tidak bisa. Mereka tetap harus dihukum. Kali ini mereka sudah keterlaluan. Maafkan bu guru,Shanaz.”jawab bu guru.
            “Bu,kalau begitu saya jadi jaminannya saja bu.”
            “Tetap tidak bisa. Kali ini adalah kali terakhir mereka dihukum. Jika mereka sekali lagi melakukan hal seperti ini lagi,terpaksa harus dikeluarkan dari sekolah ini.”
            Hatiku saat ini benar-benar gundah dan sedih. Bagaimana kalau sampai mereka dikeluarkan dari sekolah. Aku takut. Lebih baik aku tetap harus berusaha supaya Mitha CS tidak dikeluarkan dari sekolah ini. Lalu,aku masuk ke kelas.
            Jam pulang pun tiba. Aku segera pulang. Setelah sampai di rumah,aku segera menuliskan kejadian tadi di buku DIARYku. Lalu,aku makan siang dan ganti baju. Setelah ganti baju,aku terus memikirkan kejadian tadi sampai-sampai aku tidak bisa tidur siang. Lama sekali aku berusaha melupakan kejadian tadi. Akhirnya,aku tidur juga.
            Keesokan harinya,sekolahku mengadakan lomba mengarang. Setiap kelas harus ada yang mewakili. Teman-temanku menunjukku untuk mengikuti lomba itu. Tetapi,lagi-lagi Mitha tidak setuju dengan hasil musyawarah teman-teman. Aku tidak memperdulikannya. Aku tetap harus berusaha supaya kelasku menjadi juara saat lomba mengarang.
            Perlombaan pun telah datang. Aku akan berusaha sekuat tenaga. Lalu,Bu Azizah,kepala sekolahku memberika kategori mengarang. Ternyata,kelas satu sampai kelas tiga mengarang puisi. Kelas empat sampai kelas enam mengarang cerpen atau novel. Aku memilih cerpen. “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”batinku. Waktu yang ditentukan lumayan lama. Waktunya hanya satu jam. Jika sudah selesai kurang dari satu jam boleh ditumpuk.
            Akhirnya,aku selesai kurang dari satu jam. Kakak kelasku pun juga sama sepertiku. Lalu,aku menunggu hasil dari perlombaan. Akhirnya,diumumkan juga.
            “Untuk kategori puisi pemenangnya adalah……Winta dari kelas tiga. Selamat atas kemenangannya. Selanjutnya kita umumkan untuk kategori cerpen atau novel pemenangnya adalah……Shanaz dari kelas empat. Selamat atas kemenangannya. Mohon untuk pemenang naik ke panggung.”kata Bu Azizah. Lalu,tiba-tiba Mitha melabrakku lagi.
            “Eh,pasti dia menang karena mencontek kakaknya!”kata Mitha.
            “Kamu juga belum puas ya mengejek aku atau memfitnahku?Kamu mau apa sih sebenarnya?”jawabku.
            “Kemauanku?Aku mau kamu mengakui bahwa kamu itu mencontek kakakmu.”
            “Aku tidak pernah mencontek kakakku. Kalau kamu masih menuduhku seperti itu,aku akan berkata pada bu guru karena kamu suka menuduhku.”
            “Baiklah. Aku akan berhenti mengejekmu.”
            Ketika sampai di kompleks perumahanku, aku menjadi pusat perhatian orang,sampai-sampai Mang Ucup,tetanggaku menanyaiku.
            “Neng,itu tropi apa nak?”Tanya mang Ucup.
            “Ini. Ini  tropi kemenangan saya saat mengarang di sekolah.”jawabku.
            “Aduh,neng elis teh pinter atu nak.”
            “Terima kasih atas pujiannya,mang Ucup.”
            Setelah sampai di rumah,aku ditanya mama soal tropi itu. Mamah terkejut saat aku membawa tropi piala kemenanganku saat aku mengarang. Aku jelaskan semua kejadian tadi pada mama dan menuliskannya pada buku  DIARY unguku. Aku senang sekali dengan hasil prestasiku ini. Malam pun tiba. Kak Shinta dan papa juga terkejut saat ada tropi yang bertuliskan namaku. Lalu mama menceritakan semuanya pada mereka. Papa,mama,dan kakak senang denganku dan prestasiku.
           
BY: DIKA SAPUTRI

CERPEN UNTUK TUGAS BAHASA INDONESIA


Kata Terakhir
            Suatu hari,aku sedang akan berangkat ke sekolah. Aku senang sekali karena hari itu adalah hari dimana aku bisa menunjukkan bakatku saat seleksi pentas seni tingkat SDku. Semoga aku mewakili kelasku dalam ajang bergengsi itu.
            Saat sampai di sekolah,aku sudah tidak sabar untuk mengikuti seleksi. Banyak sekali yang mengikuti seleksi untuk kelas masing-masing. Meski untuk kelas lima lumayan banyak,tetapi aku harus optimis. Aku menjadi ingat pesan nenek bahwa kita tidak perlu takut dan ragu kalau kita tidak memiliki kesalahan. Lalu,aku dipanggil untuk maju ke depan.
            “Lolita,bakat apa yang akan kamu tunjukkan?”Tanya Bu Shanty.
            “Saya akan membawakan sebuah tarian yang berasal dari Jawa Tengah,yaitu Tari Gambyong.”jawabku.
            “Oke,sekarang tunjukkan bakatmu!”
            Saat menari,aku sedikit grogi dan tidak percaya diri akan bakat yang aku bawakan ini. Tapi,aku harus percaya diri bahwa aku pasti bisa. Setelah selesai menari,Bu Shanty memberikan amplop untukku. Lalu aku membukanya.
            “Hore……aku mewakili kelas lima……”teriakku. Setelah itu,aku lalu pulang dan pergi ke rumah nenek. Saat sampai di rumah nenek,aku lalu memberikan amplop yang tadi diberikan Bu Shanty. Saat nenek membacanya,nenek berkata padaku.
            “Lolita sayang,nenek senang mendengarmu menjadi wakil dari kelasmu,tetapi kamu juga harus ingat bahwa kamu juga tidak boleh sombong dalam hal apapun.”kata nenekku.
            “Baik nek,”jawabku. Setelah itu aku pulang.
            Saat malam hari,aku berlatih dengan keras agar esok hari aku bisa menjadi juara satu dan nenek bangga melihatku. Tapi,kalau aku kalah,aku akan menerima dengan lapang dada dan tidak berkecil hati. Masih ada kesempatan di hari esok. Setelah itu aku mkan malam.
            “Mi,nenek besok akan melihat Lolita,kan?”tanyaku pada Mimi.
            “Mimi juga tidak tahu. Kamu tadi tidak bertanya pada nenek?”jawab Mimi.
            “Lolita lupa,Mi,”
            “Ya sudah. Kalau begitu kamu menelpon nenek sekarang saja,”
            “Baik,Mi.”
            Saat menelpon nenek,ternyata yang mengangkat telepon adalah tante. Lalu,aku bertanya pada tante apakah besok nenek akan melihatku di sekolah. Tante menjawab dengan nada marah padaku dan langsung menutup pembicaraan.lalu,aku kembali ke kamar.
            Keesokan harinya,setelah aku mandi,telpon rumahku berbunyi. Lalu,aku mengangkatnya.
            “Halo,dengan siapa ini?”tanyaku.
            “Ini tante,Lolita,”jawabnya.
            “Oh rupanya dari tante. Ada apa?”
            “Sekarang kamu dan Pipi,Mimi,dan kakakmu pergilah ke rumah sakit di daerah Jl.Kepodhang!”
            “Memang ada apa?”
            “Nenek sakitnya kambuh lagi.”
            “Baik,tante.”
            Aku langsung memberi tahu Pipi. Lalu,kami berangkat ke rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit,aku langsung mencari nama nenekku di papan daftar pasien. Ternyata nenek berada di ruang ICU. Aku langsung mencari ruang ICU.
            Saat sampai di ruangan tersebut,aku langsung masuk dan menangis. Lalu,aku memeluk nenek.
            “Nek,nenek tidak apa-apa,kan?”tanyaku.
            “Lolita,nenek akan segera menyusul kakek di atas sana. Jadi, nenek berharap bahwa kamu bisa menjalankan nasihat nenek. Ambillah buku harian berwarna biru di lemari nenek di rumahmu. Itu untukmu sejati,”jawab nenek.
            “Terima kasih,nek,”
            “Sama-sama cucuku,a……ah……”
            “Nenek……”
            Sampai di sekolah,riasan wajahku menjadi berantakan. Aku lalu meriasnya kembali. Lalu,namaku disebut untuk menampilkan bakatku.
            Akhirnya selesai juga. Saatnya pengumuman pemenang yang akan maju lomba tingkat kecamatan. Jantungku berdebar kencang. Dalam hatiku berkata bahwa aku bisa menjadi nomor satu. Akhirnya,Bu Nicole naik ke atas panggung.
            “Saya umumkan juara dari juara tiga,juara tiga diraih oleh…kelas empat,juara dua diraih oleh…kelas enam,juara satu diraih oleh……kelas lima,selamat untuk para pemenang. Yang belum menang jangan berkecil hati.” Aku lalu naik ke atas panggung untuk menerima hadiah. Meski tak seberapa,namun aku tetap bangga dengan prestasiku.
            Setelah sampai di rumah,aku lalu membuka almari yang dikatakan nenek. Ternyata benar,itu ada sebuah buku diary yang berisi fotoku saat kecil. Aku senang sekali. Meski nenek telah pergi tuk selamanya,namun takkan ku lupakan begitu saja. Nenek terbaik di dunia.
BY: DIKA SAPUTRI

TAMAT